Observatorium Nasional Timau Sebagai Platform Kolaborasi Internasional

Kepala LAPAN Thomas Jamaludin (kanan) menerima pernyataan penyerahan lahan dari masyarakat Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur untuk pembangunan Observatorium Nasonal di pegunungan Timau, 30 November 2018 lalu. Foto MEDIASI NTT.COM.
Kepala LAPAN Thomas Jamaludin (kanan) menerima pernyataan penyerahan lahan dari masyarakat Amfoang Tengah, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur untuk pembangunan Observatorium Nasonal di pegunungan Timau, 30 November 2018 lalu. Foto MEDIASI NTT.COM.

“Observatorium Nasional Timau harus bisa menjadi pusat kolaborasi. Dalam infrastrukturnya bukan nasional tetapi minimal regional. Selain infrastruktur harus ada programnya untuk mendukung platform kolaborasi,” ujar Handoko.

KUPANG, MEDIASI NTT.COM – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjadikan Observatorium Nasional Timau yang terletak di Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, sebagai platform kolaborasi internasional untuk kepentingan pengamatan antariksa seperti halnya Observatorium Bosscha di Bandung.

Bacaan Lainnya

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa BRIN Thomas Djamaluddin dalam keterangan yang diterima, Kamis, mengatakan pengoperasian Observatorium Timau ditargetkan pada pertengahan tahun 2024.

“Diperlukan juga kontrol dan pengoperasian secara penuh masih banyak yang harus dilakukan,” kata Thomas.

Selain pembangunan teleskop optik, Observatorium Timau juga akan dibangun teleskop radio dengan diameter 20 meter untuk penelitian astronomi dan astrofisika.

Kepala BRIN Laksana Tri Handoko mengatakan dengan segera selesainya proyek pembangunan observatorium tersebut, maka fasilitas lainnya yang mendukung juga disiapkan, di antaranya listrik dan internet, kemudian akses yang sesuai standar.

“Observatorium Nasional Timau harus bisa menjadi pusat kolaborasi. Dalam infrastrukturnya bukan nasional tetapi minimal regional. Selain infrastruktur harus ada programnya untuk mendukung platform kolaborasi,” ujar Handoko.

BRIN menyiapkan sejumlah skema untuk penelitian di Observatorium Timau, yakni, program degree by research (DBR), postdoctoral, dan research assistant (RA) untuk mahasiswa strata II dan strata III dengan kuota yang dibatasi.

Observatorium yang terletak di Gunung Timau itu juga hanya digunakan untuk penelitian khusus. Kolaborasi penelitian diharapkan tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga luar negeri.

Handoko berharap skema yang ditawarkan bisa diterapkan, sehingga Observatorium Timau ke depannya dapat beroperasi, baik dari segi teknis maupun substansinya.

Dia juga berharap Stasiun Lapangan Observatorium Timau dapat menjadi pengungkit ekosistem riset, platform untuk kolaborasi internasional, dan menciptakan generasi penerus yang berkarya di bidang riset antariksa dengan memanfaatkan fasilitas tersebut. (*/BEN)

Tinggalkan Pesan