Ingga Vistara: Kompetensi Literasi dan Numerasi Rendah Bukan Isu Dasar

System and Policy Adviser Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Ingga Vistara memberikan materi dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumba Barat, Kamis (9/3/2023) di Aula Bappelitbangda Sumba Barat. (Humas Inovasi NTT)
System and Policy Adviser Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Ingga Vistara memberikan materi dalam kegiatan Lokakarya Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumba Barat, Kamis (9/3/2023) di Aula Bappelitbangda Sumba Barat. (humas Inovasi NTT)
banner 468x60

“Karena itu dalam perumusan isu strategis, narasi yang harus digunakan adalah kompetensi pengajaran literasi dan numerasi guru, bukan kemampuan literasi dan numerasi siswa,” kata Ingga.

KUPANG, MEDIASINTT.COM – Kemampuan literasi dan numerasi peserta didik jenjang SD dan SMP di Kabupaten Sumba Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur berdasarkan rapor pendidikan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada April tahun lalu masih di bawah kompetensi minimum.

Read More
banner 300250

System and Policy Adviser Inovasi Untuk Anak Sekolah Indonesia (INOVASI) Ingga Vistara saat kegiatan pembukaan Lokakarya Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumba Barat, Kamis (9/3/2023) di Aula Bappelitbangda Sumba Barat, mengatakan ketuntasan literasi dan numerasi bukanlah isu dasar.

Menurut Ingga yang harus menjadi isu dasar adalah kemampuan guru mengajarkan literasi dan numerasi yang masih rendah.

“Karena itu dalam perumusan isu strategis, narasi yang harus digunakan adalah kompetensi pengajaran literasi dan numerasi guru, bukan kemampuan literasi dan numerasi siswa,” kata Ingga.

Menurut dia berdasarkan rapor pendidikan menunjukkan hanya 7.95 persen SD yang mencapai kompetensi minimum sementara sisanya berada di bawah kompetensi minimum.

Sementara untuk kemampuan numerasi hanya mencapai 1.14 persen SD yang mencapai kompetensi minimum.

Meski demikian, Ingga menyarankan agar pemerintah daerah berfokus pada perubahan angka kedua aspek tersebut dari 2021 ke 2022, bukan pada nilai atau persentase yang ada saat ini.

“Hal Itu karena terdapat penajaman soal pada Asesmen Nasional Berbasis Komputer sehingga menyebabkan koreksi nilai,” jelas Ingga.

Ingga mengatakan pemerintah daerah perlu berfokus untuk mendukung peningkatan kemampuan mengajarkan literasi dan numerasi khususnya pada satuan pendidikan dengan kinerja rendah.

Pemerintah daerah kata dia perlu lebih banyak membahas perbaikan proses pembelajaran di kelas dengan guru dan kepala sekolah, bukan pada dokumen perencanaan ataupun dokumen kurikulum.

Menurutnya pembahasan proses pembelajaran bisa difokuskan pada asesmen di awal pembelajaran dan pembelajaran berdiferensiasi.

Guru perlu didorong untuk menggunakan wadah pembelajaran yang tersedia seperti Platform Merdeka Mengajar (PMM) untuk mendalami Kurikulum Merdeka.

“Tapi yang paling penting adalah, guru harus melakukan dulu (menerapkan apa yang dipelajari dalam PMM) kemudian melakukan refleksi. Bukan sebaliknya,” jelas Ingga.

Pemerintah daerah juga perlu mendorong keikutsertaan guru di Kabupaten Sumba Barat dalam Program Guru Penggerak.

Praktik-praktik baik yang telah dilakukan guru di sekolah juga perlu diidentifikasi dan disebarluaskan agar menjadi motivasi positif bagi guru di sekolah lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi kegiatan berbagi praktik baik antar guru ataupun dengan narasumber eksternal di tingkat gugus atau sekolah.

Merespon rekomendasi yang disampaikan Ingga, Kepala Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (DPKO) Kabupaten Sumba Barat, Lobu Ori telah mencanangkan sebuah program pertukaran guru.

“Sudah ada Program ‘Crossing Teacher’. Jadi, guru-guru yang memiliki performa yang baik akan diminta mengajar untuk periode tertentu di sekolah lainnya,” ungkap Lobu.

Sementara untuk tata kelola sekolah, DPKO diharapkan memfokuskan anggaran pada mutu dan penguatan praktik di sekolah. Anggaran untuk mutu pun harus dipertajam pada program yang berdampak pada perkembangan siswa. Sementara anggaran untuk akses sudah bisa dikurangi kecuali di beberapa wilayah yang teridentifikasi masih kurang.

“Akses ini bisa demand-driven untuk mendorong anak di luar sistem masuk ke sistem,” kata Ingga.

Lokakarya penyusunan RPJPD ini adalah tahap kedua dari rangkaian kegiatan penyusunan RPJDP Kabupaten Sumba Barat untuk periode 2025-2045. Lokakarya kedua ini menghasilkan enam butir rumusan isu strategis, serta indikator pencapaian dan arah kebijakan yang akan diterapkan oleh Pemkab Sumba Barat untuk menangani isu strategis tersebut. (Ade)

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *