“Semua transaksi tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, karena tanah yang diperjualbelikan adalah aset negara yang tercatat atas nama Pemerintah RI,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, A. A. Raka Putra Dharmana.
KUPANG, MEDIASI NTT.CIOM – Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur melakukan penyitaan terhadap lahan milik pemerintah yang telah diperjual belikan sejumlah warga Kota Kupang dengan kerugian keuangan negara akibat penguasaan tidak sah atas tanah milik pemerintah ini diperkirakan mencapai Rp900 miliar.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, A. A. Raka Putra Dharmana, Rabu (28/5) mengatakan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) melalui Tim Penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus (PIDSUS) di bawah pimpinan Kasi Dik PIDSUS Mourest A. Kolobani melakukan penyitaan terhadap satu bidang tanah milik negara seluas 99.785 m² yang terletak di Kelurahan Oesapa, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang.
Tanah tersebut menurut dia tercatat secara sah dalam Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 dengan Gambar Situasi Nomor: 599/1994, atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Penyitaan dilakukan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Kupang Nomor: 20/Pen.Pid.Sus-TPK-SITA/2025/PN Kpg tanggal 30 April 2025, dalam rangka kepentingan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penguasaan tanah milik negara oleh pihak yang tidak berhak.
Dikatakannya proses penyitaan disaksikan instansi terkait dan dijaga aparat keamanan seperti satu regu personel TNI AD Denpom IX/1 Kupang dan Korem 161/Wirasakti Kupang, serta turut disaksikan oleh pihak Kantor Wilayah Pemasyarakatan dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Kupang.
Tim penyidik memasang enam papan tanda penyitaan di enam titik lokasi yang berada dalam area tanah objek perkara dan memasang kawat berduri menghubungkan ke enam papan tanda penyitaan tersebut.
Potensi kerugian negara ditaksir capai Rp900 miliar berdasarkan hasil penyidikan sementara.
Ia mengatakan dugaan kerugian keuangan negara akibat penguasaan tidak sah atas tanah milik pemerintah ini diperkirakan mencapai Rp. 900 miliar setelah adanya peralihan dan transaksi ilegal yang dilakukan sejumlah pihak tanpa hak, atas tanah milik negara yang telah sah bersertifikat.
Dia menjelaskan kronologi awal kasus tukar guling tanah pada 1975 pperkara ini bermula dari Surat Keterangan Pelepasan Hak Nomor: 1/Sub.Dit.Agr/1975 tanggal 7 Mei 1975, yang mencatat tukar guling antara Pemerintah Daerah Tingkat I NTT dengan Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT.
Dalam tukar guling itu, Direktorat Daerah Pemasyarakatan NTT menyerahkan tanah seluas 23,95 Ha di Oebobo kepada Pemda NTT dan menerima pengganti berupa 40 Ha tanah di Kelurahan Oesapa Selatan.
Lahan ini kemudian didaftarkan dan diterbitkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 10 Tahun 1975, yang kemudian dipecah menjadi Sertifikat Hak Pakai Nomor 4 Tahun 1995 (99.785 m²) dan Nomor 5 Tahun 1995 (264.340 m²) karena pembangunan jalan.
Dijelaskannya modus operandi penjualan tanah negara oleh pihak tak berwenang tanah yang sudah bersertifikat atas nama negara tersebut, secara melawan hukum diperjualbelikan oleh oknum-oknum seperti Yonas Konay telah melakukan jual beli tanah yang telah bersertifikat Hak Pakai No 4 Tahun 1995 dengan gambar situasi No. 599/1994 seluas 99.785 M² yang telah tercatat atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia kepada Charly Yapola sesuai kuitansi tanggal 02 Oktober 2017 dengan Harga Rp300.000.000,00 untuk tanah seluas 2.000 M² dengan menggunakan nama anak Charly Yapola yang bernama Ardie Yapola sebagai pembeli, pembayaran dilakukan dengan cara mencicil, hingga saat ini sudah sebagian besar yang dicicil sisanya akan dilunasi setelah sertifikat diserahkan kepada Charly Yapola.
Selain itu penjualan lahan juga dilakukan Yohana H Lada Sitta yang telah dibuatkan surat pernyataan pelepasan Hak Nomor : 306/PEM.PH/CKL/XI/2020 tanggal 17 September 2020, Yohana H. Lada Sitta selaku penerima hak, Yohanes Konay selaku yang menyerahkan hak dengan disaksikan oleh Kiai Kia, A.Md selaku Lurah Oesapa dan Lasarus Lusi, S.Sos selaku Plt. Camat kelapa Lima dengan Harga Rp. 750.000.000,00 untuk tanah seluas 10.000 M², pembayaran dilakukan dengan cara mencicil sejak tahun 1984 hingga lunas.
Sementara itu penjualan juga dilakukan kepada Nicolins Mariana Mailakay yang telah dibuatkan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Nomor : 403/PEM.PH/CKL/IX/2020 tanggal 30 November 2020 oleh Yonas Konay yang diketahui oleh Camat Kelapa Lima dengan Harga Rp. 2.000.000.000,00 untuk tanah seluas 10.000 M², pembayaran dilakukan dengan cara mencicil hingga saat ini telah dicicil sekitar Rp. 900.000.000,00 sisanya setelah ada sertifikat baru di bayar lunas.
Selain Yonas Koenay penjualan tanah milik pemerintah ini juga dilakukan Susana Juliana Konai telah melakukan jual beli tanah yang telah bersertifikat Hak Pakai No 4 Tahun 1995 dengan gambar situasi No. 599/1994 seluas 99.785 M² yang telah tercatat atas nama Pemerintah Repunlik Indonesia Cq. Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia kepada Alberth Arnold Antonius Fina sesuai kuitansi tanggal 07 Mei 2019 dengan Harga Rp200.000.000,00 untuk tanah seluas 2.000 M² dan surat Pernyataan Penyerahan Hak Atas Tanah Nomor PEM.40a/PH/CKL/VI/ 2020 tanggal 05 Juni 2020 dengan luas tanah 2.000 M2.
Proses penjualan tanah dibuktikan adanya surat pelepasan hak disaksikan oleh KIAI KIA, A.Md selaku Lurah Oesapa dan Drs. Marselinus Lengari serta diketahui oleh Lasarus Lusi, S.Sos selaku Plt. Camat kelapa Lima.
Sementara itu penjulan tanah juga dilakukan kepada Naomi Fina Mansopu sesuai kuitansi tanggal 06 September 2019 dengan Harga Rp. 333.333.333,00 untuk tanah seluas 2.000 M² dengan menggunakan nama istri Albert Arnold Antonius Fina yang bernama Naomi Fina Mansopu sebagai pembeli dan surat Pernyataan Penyerahan Hak Atas Tanah Nomor PEM.37a/PH/CKL/VI/ 2020 tanggal 05 Juni 2020 dengan luas tanah 2.000 M2, Naomi Fina Mansopu selaku penerima hak, Susana Juliana Konay selaku yang menyerahkan hak dengan disaksikan oleh KIAI KIA, A.Md selaku Lurah Oesapa dan Drs. Marselinus Lengari serta diketahui oleh Lasarus Lusi, S.Sos selaku Plt. Camat kelapa Lima.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, A. A. Raka Putra Dharmana juga menambahkan lahan milik pemerintah ini juga diperjual belikan kepada Basri Lewamang sesuai surat Pernyataan Penyerahan Hak Atas Tanah Nomor : 64/PH/CKL/VII/2020 tanggal 2 Juli 2020 dan Kuitansi pembelian tanah seluas 3.000 M² tanggal 15 November 2020 dengan harga Rp900.000.000,00.
Hal serupa juga dilakukan Nikson Lily telah melakukan jual beli tanah yang telah bersertifikat Hak Pakai No 4 Tahun 1995 dengan gambar situasi No. 599/1994 seluas 99.785 M² yang telah tercatat atas nama Pemerintah Repunlik Indonesia Cq. Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia kepada Roby Lugito seluas 20.000 M² dan telah membayar uang muka sebesar kurang lebih Rp200.000.000,00;
“Semua transaksi tersebut dilakukan tanpa dasar hukum yang sah, karena tanah yang diperjualbelikan adalah aset negara yang tercatat atas nama Pemerintah RI,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi NTT, A. A. Raka Putra Dharmana.
Ia mengatakan Kepala Kejaksaan Tinggi NTT, Zet Tadung Allo berkomitmen menindak tegas setiap praktik korupsi yang menyasar aset negara, terutama dalam penguasaan dan jual beli tanah milik pemerintah.
Dikatakannya langkah penyitaan ini merupakan bagian dari proses hukum yang transparan dan akuntabel, untuk mengembalikan hak negara dan mencegah kerugian lebih lanjut. (Beny)