Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Belum Diratifikasi

Kepala Departemen Hukum dan HAM/Wakil Ketua Mahkamah Partai DPP Partai Demokrat DR(c) MM Ardy Mbalembout SH MH CLA AIIArb
banner 468x60

“Jangan menjadi eforia yang berlebihan karena apa yg disepakati belum di ratifikasi oleh DPD RI jadi belum menjadi produk hukum ,baik bagi kepentingan Bangsa Indonesia maupun Hubungan Indinesia Singapura,” kata Ardy.

Jakarta, MediasiNTT.Com- Perjanjian ekstradisi yang telah dilakukan pemerintahan Indonesia dengan Singapura belum diratifikasi oleh DPD-RI.

Bacaan Lainnya
banner 300250

Demikian dikatakan Wakil Ketua Umum Bidang Internasional Relationship Forum Bela Negera Kementerian Pertahanan RI, MM Ardy Mbalembout SH MH CLA AIIA di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan tidak perluĀ  eforia terhadap adanya perjanjian ekstadisi antara pemerintahan Jokowi dan Singapura yang telah dilakukanĀ  hari ini.

“Jangan menjadi eforia yang berlebihan karena apa yang disepakati belum diratifikasi oleh DPD RI jadi belum menjadi produk hukum ,baik bagi kepentingan Bangsa Indonesia maupun Hubungan Indonesia Singapura,” tegasnya.

Ia mengatakan perlu diketahui perjanjian ekstradisi ini pertamakali diinisiasi oleh Presiden RI ke-6 pada 2007 yang sudah menandatangani perjanjian ekstradisi dengan pihak Pemerintahan Singapura saat itu.

Kata Ardy pemberlakukan ekstradisi juga belum diberlakukan karena belum diratifikasi oleh DPR RI periode 2004-2009,karena ada beberapa klausal dalam perjanjian khususnya pasal-pasal terkait Pertahanan Keamanan yang lebih menguntungkan pihak singapura.

“Harusnya perjanjian itu menguntungkan kedua belah pihak,” kata Politisi Partai Demokrat asal Provinsi NTT itu.

Untuk diketahui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menandatangani perjanjian ekstradisi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Singapura guna mencegah praktik korupsi lintas batas negara.

“Perjanjian ini bermanfaat untuk mencegah dan memberantas tindak pidana yang bersifat lintas batas negara seperti korupsi, narkotika dan terorisme,” kata Menkumham Yasonna H Laoly melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa, (25/1).

Yasonna mengatakan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura memiliki masa retroaktif (berlaku surut terhitung tanggal diundangkan) selama 18 tahun ke belakang.

Hal tersebut sesuai dengan ketentuan maksimal kadaluwarsa sebagaimana diatur dalam Pasal 78 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia.

“Perjanjian ekstradisi ini akan menciptakan efek gentar bagi pelaku tindak pidana di Indonesia dan Singapura,” kata Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian tersebut.(ria)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *