“Sakit seperti ini datangnya cepat sekali, dan tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Kita yang muda kadang merasa kuat, tapi kalau tubuh sudah kasih sinyal, jangan diabaikan. Waspadai perubahan kecil, karena bisa saja itu awal dari sesuatu yang serius,” tutur Yitran.
KUPANG,MEDIASI NTT COM – Di usianya yang baru memasuki 22 tahun, Yitran B Nenobesi seharusnya menikmati masa mudanya dengan penuh semangat dan aktivitas produktif.
Iklan Google AdSense
Namun, takdir membawanya pada perjuangan hidup yang tidak mudah. Sejak Februari 2025, mahasiswa asal Amarasi, Kabupaten Kupang ini harus menghadapi kenyataan bahwa ginjalnya sudah tidak lagi berfungsi secara normal.
Awalnya, keluhan Yitran terdengar sepele. Ia menjalani pencabutan gigi di salah satu rumah sakit di Kota Kupang.
Setelah prosedur tersebut, tubuhnya mulai menunjukkan gejala yang tidak biasa. Ia merasa mual, muntah, dan lemas, namun tidak pernah menyangka bahwa gejala itu berkaitan dengan fungsi ginjalnya.
“Saya pikir waktu itu mungkin hanya efek dari cabut gigi, jadi saya tahan-tahan saja. Tapi makin hari malah makin parah, badan rasanya lemas sekali, mau makan pun tidak bisa,” kata Yitran dengan nada lirih.
Gejala yang tidak kunjung membaik itu berlangsung selama hampir satu bulan. Dalam kondisi yang semakin lemah, mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi di Kota Kupang ini akhirnya kembali dibawa ke IGD rumah sakit yang sama. Setelah menjalani rangkaian pemeriksaan, dokter menyampaikan diagnosis yang mengejutkan yaitu Yitran mengalami gagal ginjal dan harus segera menjalani cuci darah.
“Waktu dengar harus cuci darah, saya kaget ternyata separah itu. Awalnya tidak tahu itu penyakit apa, bagaimana prosesnya, dan apakah bisa sembuh. Semuanya terjadi begitu cepat,” jelas Yitran.
Setelah dirujuk ke rumah sakit tipe A, Yitran menjalani cuci darah intensif selama tiga hari berturut-turut. Itulah titik awal dari rutinitas baru yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Hingga saat ini, ia rutin menjalani cuci darah yang meskipun berat, ia memilih untuk tidak menyerah sambil tetap melanjutkan kuliahnya.
“Saya tidak mau berhenti kuliah, ini soal masa depan juga. Memang capek jika harus berobat namun saya lebih memilih untuk tekun berobat sambil kuliah. Saya percaya semua ini akan membuahkan hasil,” ujar Yitran penuh keyakinan.
Dalam perjuangannya, Yitran sangat merasakan manfaat besar dari Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang benar-benar membantunya dalam melewati masa sulit. Seluruh biaya cuci darah, obat-obatan, hingga pemeriksaan rutin tak perlu ia pikirkan.
Administrasi pun mudah sehingga ia bisa fokus menjalani perawatan dan kuliah tanpa terbebani soal keuangan.
“Kalau harus bayar sendiri, saya pasti akan kebingungan dan hilang arah. Syukurlah ada Program JKN yang jadi penolong, saya benar-benar terbantu, karena dengan begitu dana yang saya miliki bisa dialokasikan untuk kebutuhan kuliah,” tambah Yitran.
Kini, meski harus beradaptasi dengan jadwal pengobatan yang padat, Yitran tetap berusaha menjaga semangatnya agar tetap konsisten. Ia belajar membagi waktu antara kuliah, istirahat, dan pengobatan. Ia juga mulai lebih sadar pentingnya menjaga kesehatan sejak dini.
“Sakit seperti ini datangnya cepat sekali, dan tidak ada tanda-tanda sebelumnya. Kita yang muda kadang merasa kuat, tapi kalau tubuh sudah kasih sinyal, jangan diabaikan. Waspadai perubahan kecil, karena bisa saja itu awal dari sesuatu yang serius,” tutur Yitran.
Yitran berharap kisahnya bisa menjadi pengingat bagi anak muda lainnya untuk lebih peduli terhadap kesehatan, dan tidak menyepelekan pentingnya menjadi peserta aktif JKN. Menurutnya, menjadi peserta JKN bukan sekedar urusan iuran, tetapi bentuk perlindungan yang sangat berarti ketika seseorang berada di titik paling rentan dalam hidupnya.
“Jangan tunggu sakit dulu baru sadar pentingnya BPJS Kesehatan. Karena saat kamu sakit, yang dibutuhkan bukan hanya dokter dan obat tapi juga sistem yang bisa bantu kamu bertahan dan bagi saya, itu adalah Program JKN,” pungkas Yitran. (fr/ok/beny)
Iklan Bersponsor Google






