Oleh Sheron Mariana Alezandra Engelbert, Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus Surabaya.
Di tengah dunia bisnis yang serba cepat dan penuh risiko, perusahaan bukan hanya dituntut untuk tumbuh tetapi juga siap menghadapi badai.
Salah satu badai paling menakutkan yakni Krisis reputasi.
Saat terjadi krisis peran Public Relations (PR) bukan lagi hanya bagian dari tim komunikasi. PR adalah garda terdepan. Mereka yang pertama bergerak, dan yang terakhir berhenti bekerja setelah krisis mereda.
Lebih dari Sekadar Komunikasi
Banyak orang masih mengira PR hanya bertugas menyebarkan siaran pers atau menjadi juru bicara perusahaan.
Nyatanya, menurut para ahli komunikasi Grunig dan Dozier, PR yang unggul justru harus punya peran strategis di tingkat tertinggi perusahaan. Artinya, PR perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan penting, bukan hanya “diminta bicara” setelah semuanya terjadi.
Penelitian besar dari IABC (International Association of Business Communicators) juga menunjukkan bahwa perusahaan yang menjadikan PR sebagai bagian dari manajemen inti cenderung lebih siap menghadapi masalah dan menjaga hubungan baik dengan publik—baik itu karyawan, pelanggan, media, maupun pemerintah.
Deteksi Dini Itu Penting
Salah satu kekuatan utama PR adalah kemampuannya dalam mendeteksi masalah sejak dini. Dengan memantau media, tren sosial, dan sentimen publik, PR bisa melihat potensi isu sebelum meledak jadi krisis besar. Inilah yang disebut environmental scanning. Dan yang paling penting PR yang sudah lama membangun hubungan baik dengan publik akan lebih dipercaya saat krisis datang. Kepercayaan yang dibangun di masa tenang adalah “tabungan goodwill” yang sangat berharga saat badai menerpa.
Respons Harus Tepat Sasaran
Saat krisis terjadi, PR harus tahu persis bagaimana merespons. W. Timothy Coombs, pakar komunikasi krisis, menyusun teori yang disebut Situasional Crisis Communication Theory (SCCT). Teori ini membagi krisis menjadi tiga tipe Victim – perusahaan jadi korban (misalnya bencana alam atau serangan siber), Accidental – krisis karena kesalahan tak disengaja (misalnya kesalahan teknis),
Preventable – krisis akibat kelalaian atau kesalahan serius perusahaan (misalnya pelanggaran etika).Untuk masing-masing tipe, strategi PR berbeda. Misalnya, untuk krisis yang tak disengaja, pendekatan “justifikasi” bisa dipakai untuk menjelaskan situasinya dan menunjukkan upaya perbaikan. Tapi kalau perusahaan jelas-jelas salah, tidak bisa menghindar: harus minta maaf terbuka, bahkan memberi kompensasi.*****