“Kami enggak bicara soal moratorium, kami bicara PP dulu. Kalau PP-nya sudah, kan nanti kita kelihatan yang ada sekarang sudah ideal atau belum. Kalau misalnya jauh dari ideal ya baru kemudian kita bicara,” kata Rifqinizamy.
KUPANG, MEDIASI NTT.COM – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan dalam pembahasan pembentukan daerah otonom baru (DOB) tidak membahas terhadap rencana pencabutan moratorium DOB.
Iklan Google AdSense
“Kami enggak bicara soal moratorium, kami bicara PP dulu. Kalau PP-nya sudah, kan nanti kita kelihatan yang ada sekarang sudah ideal atau belum. Kalau misalnya jauh dari ideal ya baru kemudian kita bicara,” kata Rifqinizamy, Senin.
Dikatakannya pembentukan daerah otonomi baru (DOB) harus menunggu pengesahan dua peraturan pemerintah (PP) soal penataan daerah.
Rifqinizamy juga menambahkan Komisi II DPR saat ini lebih fokus pada dua PP tersebut daripada membahas soal pencabutan moratorium DOB.
“Kami enggak bicara soal moratorium, kami bicara PP dulu. Kalau PP-nya sudah, kan nanti kita kelihatan yang ada sekarang sudah ideal atau belum. Kalau misalnya jauh dari ideal ya baru kemudian kita bicara,” kata Rifqinizamy.
Rifqinizamy menjelaskan PP yang pertama adalah terkait dengan desain besar otonomi daerah di Indonesia. Dalam PP tersebut tertuang soal tentang cetak biru kebutuhan pemekaran dan atau penggabungan wilayah di Indonesia dalam jangka panjang.
“Jadi kira-kira kalau PP ini selesai. 100 tahun, 200 tahun ke depan itu kita bisa tahu jumlah provinsi di Indonesia itu berapa idealnya, jumlah kabupaten/kota berapa, jumlah daerah yang bersifat kekhususan atau istimewa. Sekarang kan baru banyak bicara soal Solo kan, itu kira-kira di mana saja indikatornya apa dan seterusnya,” ujarnya.
Sedangkan PP yang kedua adalah soal penataan pemerintahan daerah, yang berisi daftar daerah yang akan dimekarkan dan digabungkan.
“Nah untuk mencapai titik equilibrium (keseimbangan) itu kan ada 2 mekanisme, ada pemekaran, ada penggabungan. Selama ini kita cuma tembus mekanisme pemekaran, semua mau mekar tapi kemudian kita tidak objektif melihat banyak yang sudah mekar tapi kemudian itu tidak berhasil dan karena itu undang-undang pemda membolehkan penggabungan,” ujarnya.
Dia mengatakan dua regulasi tersebut harus ada demi mencapai keseimbangan jumlah wilayah yang ada sehingga tidak membebani keuangan negara.
“Nah 2 PP ini kan belum ada, justru kemarin Dirjen Otonomi Daerah menyampaikan ada 341 daerah yang mengusulkan pemekaran. Kami tidak mau bicara case-by-case dulu, kita bicara desainnya dulu, kita bicara rumusnya dulu, kita bicara formula dulu. Kalau formulanya sudah dapat nanti case-by-case akan lebih mudah untuk kita lihat secara objektif,” tuturnya.
Sementara itu dalam dokumen kesimpulan rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI dengan Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Otda Kemendagri) hanya menyebutkan 32 calon daerah otonomi baru yang layak, sedangkan usulan untuk DOB Amfoang yang telah diusulkan masyarakat dan pemerintah Kabupaten Kupang sebelumnya tidak masuk dalam daftar DOB yang layak sebagai daerah otonom baru. (jef/Beny)
Iklan Bersponsor Google