“Sebagaimana kita semua ketahui, Pupuk Indonesia sebagai holding BUMN Pupuk bersama anak-anak perusahaannya, mendapat amanah pemerintah untuk menyiapkan dan menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan penugasan pemerintah,” kata Gatoet.
Kupang, MediasiNTT.Com – PT Pupuk Indonesia (Persero) memiliki beberapa upaya mengoptimalisasi sisa alokasi pupuk subsidi di akhir tahun 2021. Sisa alokasi pupuk subsidi ini dimanfaatkan dalam momen musim tanam yang sedang berjalan.
Hal ini disampaikan oleh SEVP Operasi Pemasaran Pupuk Indonesia, Gatoet G. Noegroho dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Penerapan Pupuk Berimbang bersama anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (30/11).
Gatoet mengatakan bahwa salah satu upaya mengoptimalisasi sisa pupuk subsidi adalah dengan cara pemupukan berimbang.
“Sebagaimana kita semua ketahui, Pupuk Indonesia sebagai holding BUMN Pupuk bersama anak-anak perusahaannya, mendapat amanah pemerintah untuk menyiapkan dan menyalurkan pupuk bersubsidi sesuai dengan penugasan pemerintah,” kata Gatoet.
Gatoet mengungkapkan bahwa pendistribusian dan penyaluran pupuk subsidi masih memiliki tantangan, seperti alokasi yang ditetapkan masih kurang dari yang dibutuhkan petani.
Di tengah alokasi tersebut, Gatoet mengatakan bahwa masih banyak petani yang menggunakan pupuk secara berlebihan atau tidak sesuai rekomendasi. Padahal penggunaan pupuk sesuai rekomendasi bisa menjadi salah satu upaya dalam momen musim tanam.
Pupuk Indonesia tentunya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar penyaluran pupuk bersubsidi dapat berjalan dengan baik dan tepat sasaran. Apalagi, dalam pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi, tidak luput dari berbagai tantangan dan kendala di lapangan.
“Ini menjadi tantangan di lapangan, adalah bagaimana kita dapat mensosialisasikan kepada petani mengenai tata cara pemupukan berimbang, agar pupuk yang dipakai lebih efisien, tidak boros, dan dapat mendorong hasil panen menjadi lebih baik,” ujar Gatoet.
Adapun contoh rekomendasi pupuk berimbang untuk komoditas padi adalah 5:3:2 dengan rincian 500 kg pupuk organik, 300 kg pupuk NPK, dan 200 kg pupuk urea.
Oleh karena itu, Gatoet berharap melalui bimtek ini mendapat dukungan dari pihak parlemen khususnya Komisi IV DPR untuk mensosialisasikan serta mencarikan solusi lain dalam mengoptimalkan penggunaan pupuk subsidi untuk mendukung musim tanam.
Pasalnya, masih banyak petani yang menganggap bahwa semakin banyak pupuk khususnya urea maka tanaman yang dihasilkan semakin bagus. Padahal penggunaan pupuk urea yang semakin banyak membuat kondisi lahan atau tanah menjadi tidak sehat.
Kondisi tanah yang tidak sehat dikarenakan penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang berlebihan dalam jangka panjang. Adapun rata-rata petani nasional menggunakan urea sebanyak 400 kg per hektar.
Selain itu, dikatakan Gatoet, Pupuk Indonesia juga berharap kegiatan pemupukan berimbang dapat didukung oleh teknologi dan infrastruktur pertanian yang baik sehingga dapat meningkatkan produktivitas yang berujung kepada meningkatnya pendapatan petani.
“Perlu kita ketahui bersama juga, bahwa ketersediaan pupuk bersubsidi memang terbatas. Oleh karena itu pemerintah menerapkan sejumlah aturan dan persyaratan sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran dan diterima oleh mereka yang berhak. Dan tentunya tidak semua petani pada akhirnya dapat memperoleh pupuk bersubsidi sesuai dengan keinginannya. Sedangkan, pupuk non subsidi harganya lebih tinggi jika dibandingkan pupuk bersubsidi,” kata Gatoet. (adi)